Tuang Warta – Efek domino dari terkuaknya keberadaan zat adiktif di area kurungan Markas Kepolisian Resor Kota (Mapolresta) Samarinda menyeret seorang abdi negara berbaju cokelat ke ranah persidangan kode etik. Individu yang seharusnya menjadi garda terdepan penegakan hukum tersebut diduga kuat melakukan inkonsistensi dalam menunaikan kewajiban menjaga keamanan area tahanan, sehingga membuka pintu masuk bagi terjadinya pelanggaran hukum yang mencoreng nama baik institusi.
Orang nomor satu di Polresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Hendri Umar, mengamini kebenaran adanya indikasi ketidaksempurnaan kinerja yang dilakukan oleh salah satu anggotanya. Saat ini, personel kepolisian yang identitasnya masih dirahasiakan demi kelancaran investigasi sedang menjalani masa penugasan khusus (patsus) di bawah pengawasan ketat Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Timur. Langkah korektif ini merupakan bagian tak terpisahkan dari serangkaian tahapan pemeriksaan yang akan bermuara pada sidang disiplin kepolisian dan forum etik profesi kepolisian.
“Saat ini, perkara sensitif ini pun sedang dalam tahap penelusuran mendalam yang dijalankan secara sinergis oleh tim Propam Polda Kaltim dan Satuan Reserse Narkoba Polresta Samarinda,” demikian penuturan resmi dari Kombes Pol Hendri Umar kepada awak media yang meliput kasus ini.
Informasi yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber tepercaya mengarah pada keterlibatan tiga figur anggota kepolisian dalam skandal yang mengguncang integritas lembaga ini. Ketiga sosok tersebut teridentifikasi sebagai bagian dari unit Satuan Samapta Polresta Samarinda, yakni seorang perwira pertama (Aipda) dengan inisial EP, serta dua bintara muda (Bripda) yang masing-masing dikenal dengan inisial FDS dan AADS. Pada momen krusial terjadinya pelanggaran, ketiganya tengah mengemban amanah sebagai petugas piket yang bertanggung jawab penuh atas keamanan para tahanan. Ketiga penegak hukum yang seharusnya menjadi teladan tersebut diduga kuat telah menjalin ‘hubungan gelap’ dengan seorang penghuni sel kasus narkotika yang teridentifikasi dengan inisial NA (berusia 33 tahun).
Sebagai imbal jasa atas pengkhianatan terhadap sumpah jabatan, dijanjikan sejumlah dana sebesar satu juta rupiah yang kemudian ditransfer secara elektronik ke rekening pribadi Bripda AADS. Dengan daya pikat materi haram tersebut, para oknum yang seharusnya menjadi benteng pertahanan hukum ini diduga kuat telah memfasilitasi NA dalam upaya memasukkan tujuh paket kecil berisi serbuk haram metamfetamina (sabu) yang disembunyikan secara licik di dalam sebungkus nasi pada malam hari Minggu, tepatnya tanggal 30 Maret, sekitar pukul sembilan malam Waktu Indonesia Tengah (Wita).
Pucuk pimpinan Polresta Samarinda dan Polda Kaltim menunjukkan respons yang sigap dan memberikan perhatian ekstra terhadap agenda utama pemberantasan lingkaran setan narkotika, tanpa memandang bulu siapapun pihak yang terlibat, baik itu elemen internal kepolisian maupun para pelaku kejahatan narkotika yang beroperasi secara tersembunyi di tengah masyarakat. Komitmen yang tak tergoyahkan ini ditegaskan sebagai wujud keseriusan institusi kepolisian dalam memberantas habis jaringan peredaran narkoba hingga ke akar rumput.
Berdasarkan data intelijen yang dimiliki oleh korps Bhayangkara, Kota Samarinda tercatat dalam peta hitam peredaran narkotika sebagai salah satu wilayah di Indonesia dengan tingkat transaksi dan konsumsi narkotika yang cukup mengkhawatirkan. Data yang dirilis oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Timur mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, BNNP Kaltim berhasil membongkar tidak kurang dari 32 kasus kejahatan narkotika yang melibatkan sedikitnya 50 individu yang berstatus sebagai pesakitan.
Dari total jumlah individu yang ditetapkan sebagai tersangka dalam berbagai kasus narkotika tersebut, teridentifikasi bahwa 11 di antaranya menduduki posisi kunci sebagai pengendali utama (bandar), 35 orang lainnya berperan aktif sebagai distributor (pengedar), dan empat orang sisanya menjalankan fungsi sebagai perantara pengiriman (kurir). Barang bukti berupa substansi adiktif dalam volume yang signifikan juga berhasil diamankan oleh tim penegak hukum selama periode tersebut, meliputi 14,2 kilogram herba ganja kering dan 3,9 kilogram kristal haram metamfetamina. Jika dikalkulasikan dalam satuan mata uang rupiah, total nilai barang bukti sitaan tersebut diperkirakan mencapai angka yang mencengangkan, yakni Rp380 juta. Informasi krusial ini dihimpun dari laporan yang dipublikasikan oleh kantor berita terkemuka, Antara. Insiden memalukan ini menjadi noda hitam bagi citra kepolisian dan menggarisbawahi betapa krusialnya pengawasan internal yang berlapis serta penutupan setiap celah kerawanan di lingkungan penjara kepolisian. Proses penegakan hukum yang transparan dan sidang etik yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera yang maksimal serta memulihkan kembali kepercayaan publik yang sempat terkoyak.
More Stories
Aktivitas Vulkanik Intens: Gunung Lewotobi Laki-laki Kembali Muntahkan Abu Setinggi Ribuan Meter
Fortune Cookies: Kue Keberuntungan dengan Pesan Unik di Dalamnya
Stikom Bandung Tarik 233 Ijazah, Alumni Diminta Ikuti Perbaikan Akademik