Tuang Warta – Ketua Panitia Electricity Connect 2024, Arsyadany G. Akmalaputri, berharap bahwa acara Electricity CoArsya 2024 dapat menjadi pendorong untuk melibatkan lebih banyak anak muda dalam inovasi teknologi hijau, terutama dalam pengembangan kendaraan listrik yang semakin menarik perhatian generasi saat ini. “Melalui acara ini, kami ingin membuka ruang bagi generasi muda untuk turut mengembangkan solusi hijau, terutama terkait kendaraan listrik,” ungkap Arsya pada Selasa (5/11).
Dengan tema “Go Beyond Power, Energizing the Future,” Arsya ingin menciptakan platform yang memungkinkan berbagai pihak untuk berbagi solusi terkait tantangan besar dalam transisi energi. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang merangkul seluruh lapisan masyarakat, mulai dari akademisi, pelaku usaha, hingga mahasiswa. Agenda yang akan berlangsung pada 20-22 November 2024 ini bertujuan untuk mengajak generasi muda menjadi bagian penting dalam diskusi mengenai transisi energi berkelanjutan, termasuk penggunaan kendaraan listrik sebagai solusi transportasi yang ramah lingkungan.
Sechan Naufaly, seorang mahasiswa dari Universitas Indraprasta (UNINDRA) dan pengguna kendaraan listrik, menyampaikan pandangannya mengenai keberadaan kendaraan listrik di Indonesia. “Saya setuju dengan adanya kendaraan listrik karena dapat mengurangi pemakaian bahan bakar fosil dan lebih ramah lingkungan. Namun, di negara berkembang seperti Indonesia, masih ada tantangan, terutama karena sumber listrik utama kita masih bergantung pada energi fosil,” ujarnya. Sechan juga menekankan perlunya infrastruktur pengisian daya yang merata di seluruh Indonesia untuk memastikan transisi ke kendaraan listrik berjalan efektif. “Harus ada lebih banyak fasilitas pengisian daya yang tersebar luas agar pengguna dapat dengan mudah mengaksesnya,” tambahnya.
Pandangan berbeda juga disampaikan oleh Sutomo, mahasiswa Universitas Terbuka, yang mengungkapkan kendala yang dihadapi Indonesia dalam transisi ke kendaraan listrik. Ia menyadari bahwa setiap langkah menuju keberlanjutan pasti memiliki sisi negatif. “Misalnya, dalam konteks kendaraan listrik, kita perlu menambang nikel untuk memproduksi baterainya, yang tentunya berdampak pada lingkungan,” jelas Sutomo. Ia juga menyoroti tingginya ketergantungan terhadap batu bara sebagai sumber energi, meskipun Indonesia telah memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan tenaga surya (PLTS).
Sutomo juga menggarisbawahi masalah pengelolaan limbah baterai kendaraan listrik, yang perlu diperhatikan. “Baterai kendaraan listrik perlu diganti setiap lima tahun. Meskipun tampak sepele, kita harus mempertimbangkan di mana limbah baterai tersebut akan dibuang, karena pengelolaan limbah baterai yang ada saat ini belum sepenuhnya optimal,” ungkapnya.
Saat ditanya mengenai kesiapan Indonesia untuk transisi penuh ke kendaraan listrik, Sutomo menilai bahwa kesiapan ini masih dalam tahap awal. “Sudah mulai, tetapi belum sepenuhnya siap. Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) belum merata, bahkan di Jabodetabek, padahal kebanyakan pemilik kendaraan listrik berada di wilayah ini. Idealnya, SPKLU harus sebanyak pom bensin agar Indonesia benar-benar siap bertransisi ke kendaraan listrik,” jelasnya.
Arsya mengapresiasi pandangan kritis yang disampaikan oleh generasi muda seperti Sechan dan Sutomo. Ia berharap Electricity Connect 2024 dapat menjadi ruang untuk diskusi dan kolaborasi lebih lanjut. “Kami ingin menginspirasi lebih banyak anak muda untuk terlibat dalam transformasi energi yang berkelanjutan. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan perubahan yang lebih positif bagi lingkungan,” tutupnya.
More Stories
Fortune Cookies: Kue Keberuntungan dengan Pesan Unik di Dalamnya
Stikom Bandung Tarik 233 Ijazah, Alumni Diminta Ikuti Perbaikan Akademik
Pengembalian Berkas Perkara Sindikat Uang Palsu UIN Alauddin Makassar