Menurut Andiyani, Margriet selama ini diketahui menderita gagal ginjal kronis stadium lima dan menjalani perawatan cuci darah secara rutin dua kali dalam seminggu. Pihak lapas selalu memantau kondisi kesehatannya selama menjalani masa tahanan. Ia menambahkan bahwa pemulasaraan jenazah Margriet dilakukan sesuai prosedur, dengan koordinasi penuh bersama pihak keluarga. Sebagai bentuk penghormatan terakhir, hak-hak Margriet sebagai manusia tetap diupayakan, meskipun ia berstatus sebagai narapidana.
Sementara itu, dokter Lapas Perempuan Kerobokan, dr. Ida Ayu Sri Indra Laksmi, menjelaskan bahwa perawatan cuci darah bagi Margriet telah dimulai sejak Juli 2024. Selama proses tersebut, pihak lapas menyediakan pendampingan tenaga medis guna memastikan Margriet mendapatkan perawatan yang memadai. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya medis, penyakit gagal ginjal kronis yang diderita Margriet akhirnya merenggut nyawanya.
Nama Margriet Christina Megawe tidak terlepas dari kasus tragis yang mengguncang masyarakat Indonesia. Pada Mei 2015, ia melaporkan bahwa anak angkatnya, Angeline, hilang dari rumah mereka di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali. Publik sempat berharap bocah delapan tahun itu dapat ditemukan dengan selamat. Namun, fakta yang terungkap kemudian sangat mengejutkan. Kepolisian menemukan jasad Angeline terkubur di halaman belakang rumah Margriet. Tubuhnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan, terbungkus selimut, memeluk boneka, dan terikat tali.
Penemuan tersebut membuka tabir kekejian di balik kehidupan Angeline yang selama ini penuh dengan kekerasan dan pengabaian. Kasus ini pun menjadi perhatian luas, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, karena dianggap mencerminkan kegagalan perlindungan terhadap anak. Margriet akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Februari 2016 atas dakwaan pembunuhan berencana. Selain Margriet, polisi juga menangkap Agustay Hamdamay, seorang pekerja di rumahnya, yang terbukti membantu proses penguburan jasad Angeline. Agustay divonis 10 tahun penjara atas keterlibatannya.
Kepergian Margriet menutup lembaran hidupnya yang penuh kontroversi. Namun, bagi pihak lapas, mereka tetap memandang Margriet sebagai manusia yang berhak mendapatkan hak dasar, termasuk dalam hal perawatan kesehatan. Kepala Lapas Ni Luh Putu Andiyani menegaskan bahwa mereka berkomitmen untuk memberikan layanan kesehatan yang optimal bagi semua warga binaan tanpa memandang latar belakang kasusnya. Pihak lapas juga berharap agar keluarga Margriet dapat menerima kepergiannya dengan ikhlas.
Kasus Angeline yang menyeret nama Margriet Christina Megawe tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga masyarakat Indonesia secara umum. Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya memberikan perhatian lebih terhadap perlindungan anak dari tindakan kekerasan dan pengabaian. Meskipun Margriet kini telah tiada, kisah tragis ini tetap menjadi pelajaran yang harus dikenang, agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.
Margriet Christina Megawe telah menyelesaikan hidupnya dengan segala kontroversi yang menyelimutinya. Namun, kisah Angeline, bocah kecil yang menjadi korban kebengisan orang dewasa, akan terus diingat sebagai peringatan bagi semua pihak untuk selalu menjaga dan melindungi hak-hak anak, khususnya mereka yang berada dalam situasi rentan.
More Stories
Empat Gempa Beruntun Guncang Sulawesi dan Papua pada Selasa Dini Hari, BMKG Berikan Peringatan
Oknum Polisi di Pemalang Hadapi Sidang Etik dan Kasus Penipuan Calon Bintara Polri
Polda Aceh Sukses Menjemput Korban TPPO di Malaysia, Remaja 14 Tahun Pulang ke Tanah Air